Renungan - Ketika Cinta Berbuah Surga

Dedot-16 | Di tanah Kurdistan, ada seorang raja yang adil dan shalih, dia memiliki putera seorang anak lelaki yang tampan, cerdas, dan pemberani. Saat-saat paling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia mengajari anaknya membaca al-quran. Sang raja juga menceritakan kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil said akan merasa jengkel jika ditengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada seseorang yang memuutuskannya.

Renungan - Ketika Cinta Berbuah Surga

Tekadang ketika sedang asyik mendengarkan cerita ayahnya, tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan bahwa ada tamu penting yang harus ditemui oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya.

Maka dia memberi nasihat kepada anaknya, “Said anakku, sudah saatnya kau mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga.”

Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.

“apa maksud ayah dengan teman yang bisa di ajak bercinta untuk surga?” tanyanya dengan nada penasaran.

Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tetapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Alloh. Dengan dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Alloh. Kekuatan kalian akan menciptakan dahsyat yang akan membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga.

“bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?” Tanya said.

Sang raja menjawab,”kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapa pun yang kau anggap cocok, untuk menjadi teman mu saat makan pagi disini, dirumah kita. Jika sudah sampai disini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah apa yang kemudian mereka perbuat! Itu cara paling mudah bagimu. Syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”

Said sangat bergembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktikan  cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula dia mengundang anak-anak pembesar kerajaan satu persatu. Sebagian dari mereka marah-marah karena hidangannya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata yang tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu hidangan.

Diantara teman anak raja itu, ada seorang yang bernama Adil. Dia anak seorang menteri, sepertinya adil anak yang baik hati dan setia. Maka ia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang lebih sabar dari anak-anak sebelumnya. Dia menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring yang berisikan tiga telur rebus.

Melihat itu Adil berkata keras,”hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!”

Adil tidak mau menyentuh tekur itu. Dia pergi begitu saja meninggalkan Said sendirian. Said diam, dia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejatinya.

Hari berikutnya dia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja, anak saudagar itu sangat senang mandapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya dia sengaja tidak makan dan melaparkan perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan, makanan anak raja pasti enak dan lezat.

Pagi-pagi sekali anak saudagar itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia harus menunggu waktu yang sangat lama sampai makanan keluar. Akhirnya Said keluar membawa piring dengan 3 telur rebus diatasnya.

“ini makanannya, saya kedalam dulu mengambil air minuman.” Kata Said seraya meletakkan piring di atas meja. Lalu Said masuk kedalam. Tanpa menunggu lama lagi, anak saudagar itu langsung melahap satu per satu telur itu. Tidak lama kemudian, said keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke meja, ternyata tiga telur itu telah lenyap. Dia kaget.

“mana telurnya?” Tanya Said pada anak saudagar.
“telah aku makan”
“semuanya”
“ya, habis aku lapar sekali”

Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa di jadikan teman yang setia. Dia tidak setia. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya Said juga belum makan apa-apa.

Said merasa jengkel kepada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Mereka tidak pantas di jadikan teman sejatinya. Akhirnya dia meminta izin kepada ayahnya untuk mencari teman sejatinya.

Akhirnya Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian mulailah Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah, dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik.

Sampai akhirnya, disuatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said memperhatikannya dar balik rumpun pepohonan.

Selesai shalat, Said datang dan menyapa,”kawan kenalkan namaku Said, kalau boleh tahu namamu siapa? Kau tadi shalat apa?” “ namaku Abdullah. Tadi itu shalat duha”

Lalu Said meminta anak itu agar bersedia main dengannya dan menjadi temannya. Namun, Abdullah menjawab :kukira kita cocok menjadi teman. Kau anak seorang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar.”

Said menyahut, “tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Alloh. Semuanya sama. Hanya taqwa yang membuat orang mulia disisi Alloh. Apa aku kelihatan seperti anak jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku?” mengapa tidak kita coba beberapa waktu dulu? Kau nanti bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu.”

“baiklah kalu begitu, kita beteman. Akan tetapi dengan syarat, hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia-sekata.”

Said menyepakati syarat yang diajukan oleh anak pencari kayu itu. Sejak hari itu, mereka bermain bersama, pergi kehutan bersama, memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu mangajarinya berenang di sungai, menggunakan panah, dan memanjat pohon di hutan. Said sangat bergembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada, dan setia. Akhirnya dia kembali ke istana dengan hati gembira.

Hari berikutnya anak raja bertemu kembali dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia tekah di undang makan. Didalam gubuk itu, mereka makan seadanya, sepotong roti, garam dan air putih. Namun Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang mengujinya. Oleh karena itu Said merasa cukup dengan apa yang di berikan kepadanya.

Selesai makan, Said mengucapkan alhamdulilah dan tersenyum. Setelah itu mereka kembali bermain. Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu ia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis dedaunan dan buah-buahan di hutan, antara daun dan buah yang bisa di makan, yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.

“dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu saat tersesat di hutan. Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Alloh!” kata anak pencari kayu itu.

Seketika itu Said tahu bahwa ilmu tidak hanya ia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibu kota kerajaan. Ilmu ada dimana-mana. Bahkan di hutan sekalipun. Hari itu Said banyak mendapatkan pengalaman berharga.

Ketika matahari sudah condong ke barat. Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tak lupa Said mengundangnya makan di rumahnya besok pagi. Lalu dia memberikan secarik kertas pada temannya itu. “pergilah ke ibu kota, berikan kertas ini kepada tentara yang kau temui di sana. Dia akan mengantarkanmu ke rumahku”. Kata said sambil tersenyum.

Insya alloh aku akan datang” jawab anak pencari kayu itu.

Pagi harinya anak pencari kayu itu sampai juga ke istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya dia ragu untuk masuk keistana. Akan tetapi jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia berani masuk juga.

Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu, Said pun menguji temannya itu. Dia membiarkannya lama menunggu. Namun anak pencari kayu bakar` itu sudah terbiasa lapar. Bahkan dia pernah tidak makan selama 3 hari atau terkadang makan dedaunan mentah saja. Selama menunggu, dia tidak memikirkan makanan sama sekali. Dia hanya berfikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tentram.

Selama ini ia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.

Akhirnya 3 butir telur masak pun di hidangkan. Said mempersilakan temannya untuk memulai makan. Anak pencari kayu itu mengambil satu, lalu dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara Said mengupas dengan cepat dan melahapnya. Temannya selesai mengupas kulit telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan temannya dengan sebutir telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau..?

Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat itu. Lalu dia membelah telur itu menjadi dua. Yang satu dia pegang, dan yang satu lagi dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi Said menangis terharu. Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata :”engkau teman sejati ku! Engkau teman sejati ku! Engkau temanku masuk surga”.

Sejak itu keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan mereka  melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan menghargai karena Alloh SWt.

Karena kekuatan cinta itu, mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di turki, Syria, irak , mesir dan yaman.

Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said meninggal dunia. Akhirnya Said diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Mentri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayu itu. Abdullahpun benar-benar, menjadi teman seperjuangan dan penasihat raja yang tidak ada duanya.

Meskipun sudah menjadi raja dan mentri, keduanya masih sering melakukan shalat tahajud dan membaca al-Quran bersama. Kecerdasan dan kematangan jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya.

tag :
Renungan - Ketika Cinta Berbuah Surga, renungan, Arti CInta, cinta dan surga, Ketika CInta berbuah surga, kasih sayang kepada tuhan
0 Komentar untuk "Renungan - Ketika Cinta Berbuah Surga"

buat rekan-rekan yang ingin berkomentar dan ingin memberikan saran serta kritik terhadap blog saya..bisa langsung menaruh komentar di kolom di bawah ini. saya tidak menggunakan veritifikasi kata dan terbuka buat umum..